Jumat, 18 Oktober 2013

Move on? Ah... No!

Berawal dari perkenalan singkat, yang di pertemukan oleh tetangga rumahku yang bernama Rio.
Jadi begini awal mula ceritanya....

   "Din, ada yang minta nomor hp-mu nih, boleh gak?" tanya tetanggaku. Saat itu aku hanya terdiam dan tersenyum malu karna tak tau siapa yang meminta nomor handphone ku. Beberapa hari kemudian, Rio kembali menanyakan nomor hp-ku, ternyata untuk Rama. "Din, Rama itu orangnya pemalu kalo sama cewe, makanya dia gak berani minta nomor hp-mu sendiri, boleh gak nih minta nomor hp-nya?" Rio meminta untuk yang kedua kali nya. Aku tau sekilas tentang Rama, baik, sopan dan menarik. Awal melihatnya pun aku tertarik. Akhirnya dengan malu-malu namun penuh harap, aku memberikan nomor hp-ku.
Tak lama kemudian, handphone ku berbunyi. Terlihat ada pesan masuk "Hai, ini gue Rama. Salam kenal ya" sms pertama dari Rama, yang memulai segalanya tentang masalah ini cinta kita. "Eh Rama, iya salam kenal juga" balasku.
Tak perlu waktu lama untuk Rama menaklukan hatiku yang saat itu memang sedang kosong, tak bertuan.
Menjadi mekanik sebuah bengkel motor balap, menjadi hobi sekaligus side-job nya Rama selain rutinitasnya menjadi mahasiswa tingkat akhir jurusan Manajemen Bisnis Industri, disebuah Universitas Swasta di Jakarta.
Saat itu, Rama dan Rio sedang  mengikuti event drag bike di Jogjakarta. Hampir setiap malam dia menelponku, untuk sekedar menanyakan kegiatan di hari itu. Di sela obrolan kami, aku bergurau lalu meminta oleh-oleh darinya. Dan benar saja saat dia pulang, dia memberiku oleh-oleh kaos hitam bergambar dua telapak kaki yang bertuliskan 'Step by step for success'.. "Nih, di pake terus ya jangan di buang sampe jamuran", ucap Rama sambil memberikan kaos itu kepadaku. Memang sih cuma sebuah kaos, tapi entah mengapa aku merasa sangat senang saat itu. Dan ada makna dari isi tulisan itu. Ya, memang harus ada langkah-langkah untuk menuju kesuksesan hehe..

 ***

     Sabtu itu kuliahku libur setelah UAS selesai, teman-teman ku merencanakan untuk pergi ke Pantai. Salah satu temanku mengusulkanku untuk mengajak Rama. Awalnya aku ragu, namun akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajak Rama pergi bersama dengan teman-temanku, Rama pun meng-iyakan ajakan ku. Dari situlah kami makin akrab dan makin dekat.
     Minggu, 15 April pukul 23.50. Bunyi sms dari handphone-ku "Din malem ini gue telfon ya, ada yang mau gue omongin, sebentar aja" pesan masuk dari Rama. "Oh oke telfon aja Ram" balasku.
"Selamat malam, Dini. Lagi ngapain?" ucap Rama membuka obrolan. "Malam juga, lagi tiduran aja. Oh, iya Ram ada apa ya?". "Jadi gini, sebenernya, dari awal gue kenal lu, gue ngerasa lu itu pantes buat gue sayang, lu itu baik, lu bisa buat hidup gue berubah jadi lebih baik, lu mau gak jadi pacar gue?"  ucap Rama. Jantungku berdebar, aku tak bisa berkata apapun, aku hanya terdiam, dan melamun. Beberapa menit kemudian... "Din, gimana? lu gak mau ya?" tanya nya membuyarkan lamunanku. Aku bingung, namun aku berharap pula padanya. Aku terdiam sambil menggoyangkan lemari di atas kakiku. Terdengar lagi Rama memanggilku, "Din, jangan tidur. Lo marah ya? Kalo gak mau gak apa-apa kok, bilang aja" ucap nya. "Emm, iii... iya Ram, gue mau... Gue mau jadi pacar lu, gue juga sayang sama lu" jawabku sambil menahan perasaan bahagia sekaligus bingung. Secepat itu Rama mengungkapkan isi hatinya kepadaku. Tapi, semoga ini bukan awal yang buruk, fikirku.
Semua terasa berbeda saat aku dan Rama telah menjadi kita, kita yang saling menyayangi. Aku sangat menyayanginya, begitupun sebaliknya.

    Hari demi hari kita lalui bersama, aku tak pernah merasakan kenyamanan seperti ini sebelumnya. Rama, sosok lelaki penyayang yang penuh perhatian. Aku berfikir, aku adalah bagian dari tulang rusuk nya.
Hampir setiap pergi kuliah aku selalu di antar dan di jemput oleh Rama. Kuliahku hanya di hari sabtu, dari pukul 13.30-20.. Malam minggu, iya setiap malam minggu sepulang kuliah, kami selalu berkeliling untuk sekedar menghabiskan waktu berdua. Saat kuliahku libur, tak jarang aku mengajak nya pergi berdua atau bersama dengan temanku yang lain. Dan minggu itu, aku mengajak Rama pergi ke Bogor, bersama kedua temanku. Hal yang belum pernah kulakukan bersama mantan pacarku yang lain. Aku dan Rama, lalu temanku dan pacarnya. Kami pergi ke Kebun Raya Bogor saat itu. Disitu aku merasa bahagia bisa pergi dalam jarak jauh bersama nya. Disana aku dan Rama menghabiskan waktu lama bersama. Di dekatnya, aku selalu ingin memeluknya erat seperti tak ingin melepaskan nya. Di peluknya, kurasakan kehangatan dan kenyamanan. Ya, kenyamanan kedua, setelah kenyamanan pertama yang kurasakan dari pelukan seorang Ibu. Ibu yang peluknya kini tak bisa lagi kurasakan hangatnya, karna dia tlah berada di surga. Tenang disana ya, Bu :* . Duh mewek :'(

Mari lanjut lagi....
Hari minggu tiba, aku berpamitan kepada Om dan Tanteku untuk pergi bersama Rama. Kami pergi ke pantai, berdua. Berjalan di pinggir pantai, bergandengan tangan berdua. Terasa lagi kebahagiaanku bersama Rama. Ingin rasanya ku hentikan waktu saat itu, agar aku bisa terus berdua bersama Rama.
Berdua, membayangkan masa depan yang akan kami lalui bersama, menciptakan suasana hangat di antara sela jemari. Kugenggam tangannya, kupeluk erat bahunya. Tak banyak waktu yang ada untuk ku habiskan bersamanya. Ya, karna disini aku tinggal bersama Om dan Tante ku. Kurang lebih 3 tahun yang lalu saat aku duduk di kelas 2 SMA, Ibuku meninggal karena penyakit Miom atau sejenis kanker rahim yang membuatnya tak bisa bertahan hidup. Lalu setelah lulus SMA, Om dan Tanteku mengajakku tinggal bersama.
Ya.. namanya tinggal bukan dengan orangtua sendiri, harus mematuhi peraturan yang mereka buat. Tak enak meninggalkan rumah selain hari sabtu dan minggu.

***

     Beberapa bulan telah berlalu, tiba-tiba saja sikap Rama berubah menjadi acuh, dia sering tak menjawab telponku, jarang membalas sms-ku. Dan jika bertemu pun hanya sebatas senyuman yang dia lemparkan kepadaku. Aku tak tau apa yang terjadi dengannya. Sudah kucoba menanyakan kepada Rama tantang mengapa sikap nya berubah, tapi Rama hanya menjawab jika aku tak perlu tau apa yang terjadi, dia hanya butuh waktu untuk berfikir. Aku dengan segala amarahku, tak sanggup lagi menerima alasannya yang tak pernah aku mengerti. Hingga batas akhir sabarku menunggu nya kembali seperti semula. "Ram, gimana kalo kita udahan aja?" sms ku terkirim ke nomor Rama. Beberapa menit kemudian, dia membalas... "Yaudah kalo itu mau kamu". Rama membalas dengan singkat, namun itu terasa sangat menyakitkan, dan membuat air mataku tak hentinya menetes. Aku mencoba membalasnya lagi "Aku sayang banget sama kamu, tapi kenapa sih kamu jadi gini? Aku sebenarnya gak ngarepin jawaban kaya gitu, tapi... Yaudahlah, mungkin ini yang terbaik untuk kita". Aku menunggu balasan dari Rama, berharap dia mengubah keputusannya, tapi..... Dia tak kunjung membalas nya .

     Awalnya aku merasa kuat menjalani hari-hariku tanpa Rama, namun setelah kujalani, ternyata aku tak mampu. Banyak tempat dimana kami pernah datangi bersama. Jalanan yang biasanya aku lewati bersama Rama, semuanya mengingatkanku kepadanya. Ini terasa sangat menyiksa ku. Keputusanku yang membuatku menyesal hingga detik ini.
Sebelumnya, saat aku masih bersama Rama, hampir setiap hari Rama berkunjung ke rumah Rio, yang letaknya persis di sebelah rumahku. Setelah aku dan Rama putus, dia semakin jarang mengunjungi rumah Rio. Aku merasa kehilangan sosok penyemangatku disini.

     Beberapa minggu kemudian, nampak motor Rama terparkir di depan rumah Rio. Dan saat itu juga jantungku terasa berdebar kencang, tak tau mengapa. Yang kurasakan saat itu adalah bahagia, walaupun hanya melihat motornya yang terparkir di depan rumah Rio.
Tiba-tiba terdengar suara Rama sedang berbicara dengan Rio, aku pun mencoba menahan rasa bahagia, sekaligus rasa rindu ku kepadanya. Rama hanya terdiam melihatku, dan tak ada tegur sapa di antara kami. Aku ingin sekali menyapanya, namun tak sempat terucap. Bibirku kaku, tak dapat bergerak. Akhirnya, kami hanya saling memandang, dengan pandangan penuh tanya di antara kami.

Saat itu, tepat di hari ulang tahunku, aku berharap ada keajaiban dari seorang Rama yang memberiku ucapan ulang tahun. Aku menunggu, hampir terasa mustahil, karna kami lama tak saling menyapa. Hingga akhirnya handphone ku berbunyi, pemberitahuan dari si facebook, Rama mengirimkan nya lewat pesan dinding Facebook "Selamat ulang tahun ya, Din" . Tak dapat kuungkapkan apa yang kurasakan saat itu, dia mengingat nya. Mengingat hari ulang tahunku dan mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, ucapan paling membahagiakan di umur 20 saat itu.

***

     Mega, teman kuliahku yang juga sudah mengenal Rama. Tau betul kalau aku masih sangat mengharapkan Rama. Saat itu aku baru membeli handphone baru dari hasil kerjaku sendiri, bukan dari orang tua, atau nemu di jalan. Mega tiba-tiba memberikanku pin BB Rama. "Nih, Din. Pin nya Rama". Aku langsung terkejut dan senang menerimanya. Dengan ragu namun aku berharap ingin kembali dekat dengan Rama, lalu aku pun meng-invite pin BB Rama. "Kayanya kenal nih, perasaan tadi Mega yang minta pin, kok yang invite beda" Rama mengirim chat kepadaku. "Iya kaya kenal, siapa ya?" aku membalas candaannya.
Dari situ keadaan di antara kami kembali mencair, lumayan tak sedingin saat baru putus. Kami kembali dekat, namun tak sedekat saat Rama ingin mengenalku dulu.
Sesekali kami pun sempat jalan berdua, aku merasa masih ada harapan kembali bersama Rama. Aku menunggu Rama kembali mengungkapkan, jika dia ingin kembali bersamaku. Namun, kata-kata itu tak kunjung terucap dari mulutnya. Akupun bingung harus bagaimana. Lalu ku beranikan diri untuk mengatakan apa yang kurasakan, "Ram, gue masih sayang banget sama lo, kita bisa gak kaya dulu lagi?" aku bertanya lewat chatting di BBM. Ku tunggu balasan dari nya hingga beberapa menit kemudian dia membalas "kayanya kalo buat sekarang gak bisa, gue mau serius kuliah, udah mau skripsi nih, gak mau mikirin pacaran dulu, ribet" jawabnya.
Ada teman Rama yang bernama Dito memberitahu ku, bahwa alasan Rama berubah saat itu adalah sifat kekanak-kanakan ku yang membuatnya tak nyaman. Aku mudah emosi, dan itu membuat Rama mengacuhkan ku. Aku baru tau setelah sekian lama, aku dan rama berpisah.
Melihat balasan Rama seperti itu, membuatku berfikir. Dia berkata belum bisa untuk saat ini, berarti ada kemungkinan nanti.
Hubungan ku dan Rama semakin membaik, tak jarang Rama membuatku tersenyum hanya dengan pesan singkat nya atau pun pandangannya. Aku berharap, sangat berharap Rama bisa kembali lagi kepadaku seperti dulu.

     Beberapa bulan kemudian, Tio. Tetangga ku yang rumahnya berjarak 1 rumah dari rumahku, tepat di samping rumah Rio. Mengajakku berkenalan, dia meminta nomor handphone ku, tapi aku abaikan.
Aku hanya sekedar melempar senyum jika Tio menggodaku, dan menyapaku.
Tiba-tiba ada pesan masuk dari facebook ku. "Hai Dini, ini aku Tio, minta nomor hapenya boleh ngga?" isi pesan masuk dari Tio. "Untuk apa ya?" balasku sinis. "Ya untuk mengenal kamu lebih lanjut lagi, boleh?" ujarnya. Aku merasa ragu untuk memberikan nomor handphone ku kepada Tio. Tapi fikirku lagi, mengapa tidak, Tio terlihat baik, tak apalah untuk menambah teman disini.
Lalu kuberikan nomorku handphone lewat pesan singkat facebook itu. Tak lama kemudian, handphone ku berbunyi. Sms masuk dari Tio. Dia menyapaku, dan menanyakan aktifitasku.
Dari situ kami mulai dekat, dan semakin dekat. Hingga suatu malam, dia menelponku. "Kalo aku mau serius sama kamu, gimana?" ucap Tio. "Haaa? maksudnya apa Mas?" balasku kepadanya. Aku memanggilnya Mas, karna memang umurnya lebih tua 5 tahun di atasku. "Iya, aku mau kamu jadi Ibu untuk anak-anakku nanti, gimana?". Aku terkejut mendengar pertanyaannya yang begitu membingungkan, "Mmmm, nanti dulu ya Mas, ngga harus sekarang kan jawabnya?". "Baiklah kalau begitu" balasnya sedikit kecewa. Aku bingung harus berbuat apa. Di satu sisi, aku masih sangat menyayangi Rama, disisi lain, ada orang yang ingin menjalani hubungan yang serius bersamaku.
     Keesokan harinya, aku menemui Rama dan aku bertanya tentang kejelasan hubungan ku dengannya "Ram, ada orang yang ngajakin gue serius. Gue mau tanya buat yang terakhir kali nya sama lo. Kita bisa kaya dulu lagi atau ngga?" tanyaku terdengar konyol dan sedikit memaksa. "Kan gue udah bilang, sekarang gue mau fokus kuliah kelarin skripsi gue dulu, baru mikirin punya pacar" balasnya. "Terus, kalo udah lulus kuliah nanti, bisa kita kaya dulu lagi?" tanyaku lagi. "Gue gak bisa janji, sama siapa nantinya gue pacaran".
Air mataku menetes, saat itu juga aku berfikir bahwa Rama memang tak pernah mengharapkanku lagi. "Yaudah kalo gitu, gue udah tau jawabannya, gue tau maksudnya dan gue tau harus berbuat apa. Makasih udah pernah jadi yang terbaik selama ini, maafin kalo selama ini gue selalu ganggu lo" ucapku sambil menahan air mata yang ternyata sudah mengalir sedari tadi membasahi pipiku. "Gak kok, lu gak pernah ganggu gue" ucap Rama sambil menatapku. Dengan segera aku beranjak dari kursi dan berjabat tangan dengannya, lalu berpamitan pulang. Berharap Rama menahanku, dan memelukku lalu berkata "jangan pergi, Din" namun itu tidak pernah terjadi.
Malam setelah kepulanganku dari rumah Rama, Tio menelponku lagi untuk menanyakan jawabanku. Dengan perasaan kecewa karna menurutku akan sia-sia saja jika aku masih menunggu Rama kembali, akhirnya aku menerima Tio menjadi kekasihku saat itu juga. Namun hatiku seperti memberontak, tak bisa mengubahnya untuk Tio. Kupaksakan saja, siapa tau lama-kelamaan bisa berubah.

***

     Hampir 4 bulan aku menjalani hubungan dengan Tio. Awalnya aku belajar, mencoba membuka hatiku untuk menerima Tio masuk menggantikan Rama, namun semakin lama semakin terasa mengganjal. Sifat Tio pun seringkali membuatku marah dan ingin secepatnya mengakhiri hubungan dengannya. Hingga tiba saat dimana aku dan Tio bertengkar hebat hanya karna masalah sepele, dan akhirnya aku memutuskan hubunganku dengannya.
Dan benar saja, Rama lah yang masih tersimpan rapih namanya di dalam hatiku, tak bisa tergantikan oleh sosok Tio yang awalnya aku ingin menjalani hubungan serius bersamanya.
Hubunganku dan Rama pun masih baik-baik saja. Kami masih sering chatting via BBM.
     Malam itu, aku merasakan rindu yang amat sangat dalam terasa. Kucoba mengirim pesan ke kontak BBM Rama, tepat setelah hari kelulusannya dari Universitas Swasta itu "Cie, udah lulus. Selamat ya. Udah bisa punya pacar baru dong" pesan ku terkirim kepada Rama.
"Iya makasih. Ngga langsung punya pacar lah, ntar dulu" balasnya. "Loh kan waktu itu lo pernah bilang kalo lo mau punya pacar kalo kuliah lo udah selesai" imbuhku. "Cetek banget pemikiran lo, kalo gue bakal cari pacar selesai kuliah" ucap nya. Aku semakin bingung, mengapa ucapannya jadi seperti ini. "Lo tau gak sih Ram? Sampe detik ini tuh gue masih sayang banget sama lo" ucapku kesal. "Loh, suruh siapa lo dulu gue suruh tunggu tapi lo nya gak sabaran, malah milih Tio jadi pacar lo" katanya. "Apa? Lo bilang gue suruh nunggu? Lo gak pernah bilang gitu ke gue Ram! Yang lo bilang, lo gak tau sama siapa nantinya lo pacaran setelah lulus kuliah. Gue nyimpulin sendiri kalo kita gak bisa kaya dulu lagi". "Nah, itu gue ngetes lo, lo bisa gak sabar nungguin gue. Gue pengin tau jawaban lo, eh lo jawab gitu, yaudah itu keputusan lo". Balasan Rama saat itu membuatku tak bisa membendung air mataku, terasa sesak, kecewa, menyesal, tapi juga bahagia. Sepertinya Rama masih memberi sedikit harapan padaku. Aku terdiam sejenak, mencoba merangkai kata untuk membalas pesannya. "Terus, kapan lo mau punya pacar lagi? Gue masih berharap banget kita bisa kaya dulu lagi, walaupun mustahil, gue akan tetep nunggu lo, Ram" balasku sambil terisak. "Gue mau punya pacar, nanti kalo gue udah sukses, udah dapet kerja" balasnya. Aku tersenyum, memikirkan, masih ada kesempatan sepertinya untuk menunggu hingga Rama mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan. Meskipun aku tau, kecil kemungkinan untuk aku bisa bersamanya lagi. "Yaudah kalo gitu, gue akan nungguin sampe lo dapet pacar" ucapku. "Yaudah terserah lo aja, gue gak maksain lo buat nunggu gue" balasnya. Tak mau kejadian sebelumnya terulang kembali, aku memilih untuk menunggu Rama. Siapa yang tau hati manusia? Jika suatu hari nanti, Tuhan mengubah hatinya, mencairkan hatinya untukku. Hingga detik ini, saat curhatan ini aku ketik, aku masih bertahan menunggu Rama. Hatiku terasa terkunci, tak bisa di buka oleh siapapun, kecuali Rama. Dan mungkin akan hancur dengan sendirinya nanti jika Rama benar-benar tak memilihku.
Now Playing : "Bruno Mars-Talking To The Moon"

Ini cerita tentang bagian Tulang Rusuk Susu, yang masih mengharapkan "Aku adalah makhluk yang tercipta dari Tulang Rusuk nya" .  Maafkan jika ceritanya berlebihan, ini kisah nyata yang benar masih berjalan hingga detik ini. Dan maaf, jika cara penulisan dan gaya bahasa yang acak-acakan, ini postingan pertama buat ikutan #SayembaraTulangRusukSusu semoga menang hihiiii. Gak menang juga tak apa. Yang penting sudah lega, tertuang semua disini.
Dan untuk pembaca, mohon do'a dan dukungannya semoga Rama bisa kembali seperti dulu, bersamaku lagi :)
Salam rindu untuk pasukan pinggir tebing, IMAGINDRATION!! :D